Hakikat Iman Menurut Manhaj Ahli Sunah (Bag. 1)
Bismillah. Walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala Rasulillah. Amma ba’du,
Siapakah ahli sunah waljamaah itu?
Ahli sunah waljamaah adalah orang-orang yang berpegang teguh kepada “As-Sunnah”, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan mengikuti pemahaman dan pengamalan salaf saleh (sahabat, tabiin, dan tabi’ut tabiin). Salaf saleh adalah generasi terbaik di antara umat ini. Mereka adalah generasi terbaik dalam pemahaman Islam (ilmu syar’i) maupun amal saleh. Mereka adalah generasi terbaik dalam ilmu dan amal.
Sebagaimana riwayat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik manusia [1] (di antara umatku) adalah generasiku (sahabat), kemudian orang-orang setelahnya (tabiin), kemudian orang-orang setelahnya (tabi’ut tabiin).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, kita wajib mengikuti salaf saleh dalam metode beragama Islam (manhaj), baik kita mengikuti dalam pemahamannya terhadap Islam maupun pengamalannya. Berikut ini keyakinan ahli sunah waljamaah dalam masalah keimanan:
Definisi iman
Secara bahasa
Iman adalah al-iqrar ‘anit-tashdiq (pengakuan atas dasar membenarkan, mempercayai, dan meyakini).
Dalilnya, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ اَنْتَ بِمُؤْمِنٍ لَّنَا وَلَوْ كُنَّا صٰدِقِيْنَ
“Dan engkau tentu tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar.” (QS. Yusuf: 17)
Secara syar’i
Al-Bukhari rahimahullah mengatakan,
وَهُوَ قُوْلٌ وَفِعْلٌ وَيَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
“Iman itu terdiri dari ucapan dan perbuatan, bertambah, dan berkurang.” (Shahihul Bukhari)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah mengatakan,
وَالْإِيمَانُ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ, وَعَمَلٌ بِالْأَرْكَانِ وَعَقْدٌ بِالْجَنَانِ, يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ, وَيَنْقُصُ بِالْعِصْيَانِ
“Iman adalah ucapan lisan, perbuatan anggota badan, dan keyakinan (ucapan dan perbuatan) hati, bertambah dengan sebab ketaatan, dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.” (Lum’atul I’tiqad)
Penjelasan
Dua definisi ini tidaklah saling bertentangan, karena yang dimaksud “ucapan dan perbuatan” dalam perkataan Imam Al-Bukhari rahimahullah adalah keyakinan (ucapan dan perbuatan) hati sekaligus ucapan dan perbuatan lahiriah. Dengan demikian, maksud perkataan Imam Al-Bukhari rahimahullah adalah iman itu ucapan dan perbuatan, baik zahir (lahiriah) maupun batin (hati).
Sedangkan dalam definisi Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah, iman itu ucapan lisan dan perbuatan anggota badan (ucapan dan perbuatan yang zahir), dan i’tiqad hati (ucapan dan perbuatan batin).
Dengan demikian, maksud perkataan Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah adalah iman itu ucapan dan perbuatan, baik zahir maupun batin (hati).
Contoh
Berikut ini adalah contoh masing-masing dari cabang keimanan:
Ucapan hati berupa keyakinan hati, pengetahuan, dan pembenarannya.
Perbuatan hati berupa gerakan hati yang membuahkan amal zahir dan ucapan lisan, seperti: niat, ikhlas, tawakal, takut, cinta, harap, dan lain-lain
Ucapan lisan berupa ucapan syahadatain, baca Al-Qur’an, zikir, dan lain-lain.
Perbuatan zahir berupa salat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain.
Baca juga: Definisi Iman
Dalil-dalil definisi iman
Dalil pertama dan kedua tentang iman itu adalah ucapan dan perbuatan:
Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Paling tingginya adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah). Paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan sifat malu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Alasan pendalilan:
Dalam hadis di atas, disebutkan tentang perwakilan dari cabang-cabang keimanan, yaitu:
Cabang iman berupa ucapan lisan: ditunjukkan oleh “ucapan la ilaha illallah”.
Cabang iman berupa perbuatan anggota tubuh zahir: ditunjukkan oleh“menyingkirkan gangguan dari jalan”.
Cabang iman berupa perbuatan hati: ditunjukkan oleh “malu”
Cabang iman berupa ucapan hati (keyakinan): ditunjukkan oleh “ucapan la ilaha illallah” yang tentunya harus didasari keyakinan hati bahwa satu-satunya Tuhan yang berhak disembah adalah Allah semata.
Dengan demikian, hadis di atas itu sebagai dalil bagi definisi iman itu ucapan dan perbuatan, zahir maupun batin.
Dalil kedua:
Dalam surah Al-Bayyinah ayat 5, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Ayat ini sebagai dalil bahwa ikhlas, salat, dan zakat merupakan bagian keimanan. Karena itu termasuk pelaksanaan agama yang lurus. Sedangkan ikhlas adalah perwakilan cabang iman hati. Adapun salat dan zakat adalah perwakilan cabang iman yang zahir.
Dalil ketiga dan keempat tentang iman itu bertambah dan berkurang:
Dalil dari iman itu bertambah dan berkurang adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu di atas, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
“ … paling tingginya adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada sesembahan yang berhak disembah, selain Allah) …”
وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ
“ … paling rendahnya adalah menyingkirkan gangguan dari jalan …”
Firman Allah dalam surah Ali ‘Imran ayat 173:
فَزَادَهُمْ إِيمَانًا
“… maka perkataan itu menambah keimanan mereka …”
Alasan pendalilan dari 2 dalil di atas:
Dalam kedua dalil di atas disebutkan dua hal:
Pertama, iman itu bertingkat-tingkat, karena ada yang paling tinggi dan ada yang paling rendah. Sehingga iman itu bisa bertambah dan berkurang.
Kedua, konsekwensi iman seseorang bertambah itu berarti sebelumnya lebih rendah atau lebih lemah imannya, kemudian bertambah.
Jadi, iman itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dan hilang/batal dengan kekufuran/kemurtadan.
Lanjut ke bagian 2: Hakikat Iman Menurut Manhaj Ahli Sunah (Bag. 2)
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/86749-hakikat-iman-menurut-manhaj-ahli-sunah-bag-1.html